Jumat, 05 Desember 2008

Proposal Seminar Mpi

YAYASAN RAJA ALI HAJI

UNIVERSITAS LANCANG KUNING

PROPOSAL PENELITIAN

IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2007

TENTANG NORMA PENGAWASAN DAN KODE ETIK PEJABAT PENGAWAS PEMERINTAH

PADA BADAN PENGAWAS DAERAH

KABUPATEN SIAK

Diajukan untuk mengikuti Ujian Strata Satu (S-1) pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning


O L E H

Z A M R I Z A L

NIM. 050041811334

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

P E K A N B A R U

2 0 0 8





Judul : IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG NORMA PENGAWASAN DAN KODE ETIK PEJABAT PENGAWAS PEMERINTAH PADA BADAN PENGAWAS DAERAH KABUPATEN SIAK

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan pemerintah dibidang otonomi daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk menata ulang hubungan antara pusat dan daerah dalam berbagai segi yang menyangkut urusan penyelenggaraan pemerintahan. Secara umum, dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008, tentang Pemerintahan Daerah, arah kebijakannya sangat jelas: otonomi diberikan pada daerah secara luas untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat. Namun praktek pemberian otonomi yang luas ini tidak dapat diartikan sebagai bentuk pelimpahan kewenangan yang tanpa batas dari pemerintah pada daerah.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap harus memperhatikan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Agar implementasi kebijakan otonomi ini tetap fokus dan terarah pada ultimate goal yang diinginkan (kesejahteraan masyarakat) maka diperlukan pengawasan (controlling) sebagai sebuah upaya untuk menjamin tercapainya tujuan akhir.

Dalam konteks pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah ini kecenderungan kekinian menunjukkan bahwa penerapan prinsip akuntabilitas publik atas pelaksanaan suatu urusan atau kewenangan oleh pemerintah daerah telah menjadi mainstream dalam manajemen pemerintahan. Untuk mewujudkannya sudah lazim diterapkan standar kinerja untuk mengukur dan menilai seberapa jauh target atau tujuan telah tercapai. Dengan cara seperti itu siapapun yang melaksanakan satu urusan atau kewenangan dapat diukur dan dinilai keberhasilannya sehingga bisa dijadikan rujukan dalam konteks akuntabilitas publik (baik secara vertikal maupun horizontal). Disinilah terletak urgensi pengawasan atau audit kinerja terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah hakekatnya adalah pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah dan kinerja Dewan Perawakilan Rakyat Daerah (DPRD). Tugas pengawasan tersebut meliputi pelaksanaan azas desentralisasi (urusan wajib dan urusan pilihan), azas dekonsentrasi dan azas tugas pembantuan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pengawasan tidak hanya digunakan untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh pejabat pengawas pemerintah dalam rangka menghimpun/menemukan informasi untuk menguji dan menilai kelayakan pelaksanaan kegiatan dan atau laporan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah tetapi juga untuk menilai, ketaatan terhadap peraturan perundang–undangan; effisiensi dan kehematan dalam penggunaan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD); dan efektifitas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

SKPD wajib mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara ekonomis, efisien dan efektif untuk mencapai tujuan penyediaan sumber daya tersebut. Setiap pejabat yang mendapatkan pendelegasian wewenang atau mendapat penugasan secara khusus untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya wajib memberikan pertanggung-jawaban atas pelaksanaannya. Demikian juga pejabat pengawas pemerintah harus berupaya agar hasil pengawasan yang dilaksanakan dapat bermanfaat untuk memperbaiki, menertibkan, menyempurnakan dan meningkatkan kinerja instansi yang diawasi sekaligus bermanfaat dalam upaya peningkatan pelayanan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.

Pengawasan merupakan bagian penting dari kebertanggunggugatan (accountability) dan pertanggungjawaban (responsibility) melalui penilaian secara obyektif dan independen terhadap pejabat atau pemerintah daerah. Pengawasan harus dapat membantu, memberikan motivasi kepada pejabat berwenang untuk mengambil kebijakan dalam peningkatan kehematan, efisiensi dan efektifitas dengan menunjukan jalan/cara memperbaiki, menertibkan, menyempurnakan dan meningkatkan kinerja. Pengawasan harus dapat memilah/memisahkan setiap permasalahan yang ditemukan didalam suatu SKPD dalam setiap pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari implementasi azas desentralisasi, dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan.

Kerjasama pengawasan antar aparat Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan LPND, Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota dalam pengawasan suatu program/kegiatan yang terkait dengan kepentingan bersama akan sangat bermanfaat bagi semua pihak karena dapat menghindari pengawasan yang bertubi-tubi dan atau tumpang tindih. Para pengawas dari suatu lembaga pengawasan dapat memanfaatkan hasil pengawasan yang telah dilaksanakan oleh lembaga pengawasan lain, sebagai referensi untuk melakukan pengawasan lebih lanjut atau dimanfaatkan secara utuh apabila obyek/sasaran yang diawasi sama sehingga tidak perlu adanya pengulangan kegiatan pengawasan yang sama.

Sementara itu, penerapan kode etik terhadap pejabat pengawas Pemerintah merupakan landasan etika yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap pejabat pengawas dalam melaksanakan tugas pengawasan. Pemahaman kode etik akan mengarah adanya perubahan positif terhadap pola pikir, sikap, perilaku pejabat pengawas Inspektorat Kabupaten (Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak), dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, sehingga dapat mewujudkan mutu pengawas, citra dan martabat Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak pada khususnya.

Pejabat pengawas pemerintah dalam melaksanakan tugas akan berhubungan dengan semua unsur yang ada pada organisasi, sesama anggota tim, pihak yang diawasi, pihak lain yang terkait dan masyarakat, sehingga pejabat pengawas pemerintah dituntut untuk menjaga citra positif dan memenuhi kewajiban organisasi. Dengan demikian, interaksi antar pihak yang terkait dalam pengawasan akan mengarah pada suatu bentuk kerja sama yang harmonis dengan kesadaran masing-masing pihak.

Oleh karena itu penerapan kode etik pejabat pengawas pemerintah ini perlu dipahami dan ditaati oleh pejabat pengawas pemerintah untuk menjaga citra positif aparat pengawas dan mutu hasil pengawasan yang harus dipertanggungjawabkan.

Selama ini seperti kita ketahui bersama, aparat pengawas pemerintah selalu dekat dengan kata-kata korupsi dan penghapusan temuan-temuan yang telah dilaksanakan untuk menghasilkan keuntungan pribadi. Hal ini harus segera ditindaklanjuti, maka dengan adanya peraturan Menteri Dalam Negeri ini (Permendagri Nomor 28 Tahun 2007) tentang Norma Pengawasan Dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah diharapkan akan segera berdampak terhadap norma dan prilaku pejabat-pejabat/aparat pemerintah dalam melakukan audit/pemeriksaan terhadap masing-masing SKPD dilingkungan Pemerintah Kabupaten Siak pada khususnya.

Pentingnya faktor manusia dalam suatu organisasi dijelaskan oleh Alex Nitisenito (1983:23), mengatakan bahwa didalam suatu organisasi manusia merupakan salah satu sumber utama organisasi yang tak bisa diganti oleh teknologi apapun. Dari konsep diatas dapat dapat diartikan bahwa dalam setiap organisasi, manusia merupakan faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi, terlepas apakah organisasi tersebut mempunyai sarana dan prasarana yanng lengkap atau sebaliknya. Jadi peranan faktor manusia benar-benar dapat bermanfaat sebagai keberhasilan tujuan organisasi.

Selanjutnya dijelaskan oleh The Liang Gie yang dikutip oleh FX Soejadi (1988), mengatakan bahwa didalam pelaksanaan pengelolaan suatu organisasi diperlukan Unsur Manusia (Man); Unsur Uang (Money); Unsur Mesin (Machine); Unsur Pemasaran (Market); Unsur Material (Materil); dan Unsur Tata Kerja (Method).

Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen tidak dilepaskan dari faktor manusia, karena yang melakukan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi atau yang mengawasi dan yang diawasi adalah manusia. Manusialah yang merencanakan, manusia juga yang melaksanakan rencana tersebut dan akhirnya manusia juga yang melakukan pengawasan, sehingga kegitan-kegiatan tersebut merupakan rangkaian atau proses. Disamping itu didalam proses yang dilakukanya, khususnya dilingkungan aparatur pemerintah, berlaku ketentuan dan peraturan yang dibuat untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Ketentuan dan peraturan tersebut adalah hasil karya manusia, selanjutnya yang harus melaksanakan dan taat kepada ketentuan itu adalah manusia yang berpredikat sebagai pegawai negeri, baik dalam menyusun perencanaan dan melaksanakannya maupun melakukan pengawasannya. Oleh karena itu manusia merupakan faktor sentral dalam melaksanakan fungsi manajemen, khususnya fungsi pengawasan.

Pengertian Etika Pengawasan menurut Kumorotomo (1994:108) adalah nilai-nilai hidup manusia serta pembenarannya atau nilai hidup dan hukum yang mengatur tingkahlaku manusia. Selain itu Etika Pengawasan menurut Sujatmo (1989:106) adalah konsep tentang kewajiban yang menyangkut baik buruknya perilaku manusia sebagai pengawas atau dengan kata lain Etika Pengawasan itu menyangkut tentang moral para pengawas. Sedangkan pengertian pengawas menurut Ibnu Syamsi (1988:108) adalah fungsi manajemen yang mengusahakan agar atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian jelas bahwa Etika Pengawasan merupakan nilai-nilai yang harus dianut oleh setiap manusia yang mengatur perilaku dalam kegiatan mencapai tujuan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Telah dijelaskan bahwa kode etik sangat berkaitan dengan prilaku pengawas itu sendiri, proses pengawasan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya penyimpangan yang berari apabila para aparat pemerintah memahami Kode Etik Pengawasan seperti yang tercermin dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2007 tersebut.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (1) dan pasal 6 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Siak nomor 23 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah, Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak mempunyai tugas “membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan Pembangunan dibidang pengawasan” sementara fungsinya sebagai berikut:

1. pelaksanaan Pemeriksaan terhadap tugas Pemerintah Daerah Kabupaten meliputi pemerintahan, pertanahan, keuangan, perlengkapan, dan peralatan badan usaha daerah, pembangunan, kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat, perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat;

2. pengujian dan penilaian atas kebenaran laporan berkala atau sewaktu-waktu dari setiap tugas perangkat daerah;

3. pengusutan mengenai kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan tugas perangkat daerah;

4. pembinaan tenaga fungsional pengawasan dilingkungan Badan Pengawas Daerah, dan;

5. evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.

Sejalan dengan komitmen yang kuat dari tujuan Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak untuk melaksanakan tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean Government) dan dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan negara/daerah yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengedepankan akuntabilitas publik, maka pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah itu harus dapat dipertanggungjawabkan pada publik. Dalam konteks akuntabilitas publik ini menjadi penting adanya alat ukur atau indikator yang bisa dijadikan dasar untuk menilai seberapa besar pemerintah dipandang bertanggungjawab dalam mewujudkan kepentingan publik (accountable government). Indikator yang lazim dipergunakan untuk kepentingan ini adalah indikator kinerja (performance indicator) yang bisa diadopsi dari berbagai sumber, baik yang sifatnya normatif (berasal dari peraturan perundangan) maupun yang merujuk pada standar internasional seperti Human Development Index (HDI), Millenium Development Goals (MDG) dan sejenisnya.

Berdasarakan uraian diatas dan dikaitkan dengan kondisi daerah penelitian, maka penulis melihat fenomena-fenomena yang dapat dijadikan dasar judul dari penelitian ini. Fenomena-fenomena dimaksud adalah :

1. masih kurangnya penerapan norma-norma dan kode etik pengawasan oleh pejabat/aparat pengawas Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak dalam melaksanakan tugas dan fungsinya;

2. masih ditemukan pejabat/aparat pengawas Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak yang belum mengoptimalkan waktu dalam mempergunakan beban tugas yang diberikan oleh pimpinan;

3. adanya keluhan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan Pemerintah Kabupaten Siak mengenai perilaku para pejabat/aparat pengawas dalam melakukan pemeriksaan.

Dari beberapa gejala-gejala diatas maka para peneliti merumuskan suatu judul penelitian sebagai berikut: “IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG NORMA PENGAWASAN DAN KODE ETIK PEJABAT PENGAWAS PEMERINTAH PADA BADAN PENGAWAS DAERAH KABUPATEN SIAK.”

B. Perumusan Masalah

Dalam rangka meminimalkan dan mengantisipasi timbulnya pemerintahan yang menyimpang dan tidak akuntabel, maka diperlukan sistem akuntabilitas publik yang baik (process of accountability). Untuk menciptakan proses akuntabilitas yang baik diperlukan saluran pertanggungjawaban yang tersistem dengan baik sehingga mampu mencegah berbagai bentuk penyimpangan yang mungkin terjadi. Salah satu fungsi yang harus ada dalam proses akuntabilitas publik tersebut adalah fungsi pemeriksaan atau pengauditan yang dilakukan oleh pihak atau aparat pengawas pemerintah.

Norma dan kode etik pengawasan bagi aparat pengawas pemerintah ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menjamin mutu pengawasan, mutu laporan hasil pengawasan, persamaan pandangan dan pendapat berkaitan dengan manfaat pengawasan. Disamping itu norma pengawasan ini juga dimaksudkan sebagai dasar pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan bagi pejabat pengawas pemerintah.

Permasalahan yang dihadapi oleh Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga Pengawas Internal Pemerintah adalah sumber daya manusia yang ada belum benar-benar mengaplikasikan aturan-aturan dan etika sebagai aparat yang melakukan pengawasan. Mulai dari rekuitmen (untuk sebagian dilakukan dengan dasar koncoisme/pertemanan atau suap) menyebabkan sumber daya manusa tidak selalu memiliki kualifikasi sebagai pengemban penyelenggara pemerintahan yang baik. Selain dasar-dasar hubungan primordial, ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem promosi tidak jarang menjadi hambatan memperoleh tenaga yang masih berpotensi melaksanakan tugasnya dengan baik.

Berbagai faktor diatas merupakan sebagian kenyataan yang menyebabkan sulitnya mewujudkan pejabat/aparat pengawas pemerintah yang mempunyai norma serta etika dalam melakukan pengawasan.

Pejabat/aparat pengawas pemerintah pada Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak belum sepenuhnya dapat mengungkapkan permasalahan yang terjadi pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) secara kronologis, obyektif, cermat dan independent, yaitu dengan melakukan: pengungkapan permasalahan secara kronologis yaitu menguraikan latar belakang permasalahan, penanggungjawab kegiatan, pelaku/ pelaksana kegiatan yang terlibat, permasalahan yang terjadi dan dibuktikan dengan fakta/data secara akurat, lengkap dan sah sampai dengan kondisi nyata pada saat dilakukan pemeriksaan; pengungkapan permasalahan secara obyektif menempatkan pejabat pengawas pemerintah untuk bersikap dan bertindak berdasarkan alat bukti yang ditemukan; pengungkapan permasalahan secara cermat mengharuskan pejabat pengawas pemerintah harus selalu waspada menghadapi suatu kondisi, situasi, transaksi, kegiatan yang mengandung indikasi penyimpangan, penyelewengan, ketidakwajaran, pemborosan atau ketidakhematan dalam penggunaan sumberdaya yang ada; dan pengungkapan permasalahan secara independent mengharuskan pejabat pengawas pemerintah dan/atau pejabat yang diawasi untuk mempertahankan independensinya sehingga tidak memihak kepada suatu kepentingan tertentu.

Berdasarkan uraian dan gejala-gejala yang dikemukakan pada latar belakang masalah, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: Sejauhmanakah Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Norma Pengawasan Dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah Pada Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak?.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. untuk mengetahui bagaimana aturan dan prilaku yang harus ditaati sebagai aparat pengawas pemerintah pada Badan Pengawas Daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pengawas intern pemerintah daerah;

b. untuk mengetahui mutu pengawasan, mutu laporan hasil pengawasan, persamaan pandangan dan pendapat berkaitan dengan manfaat pengawasan.

2. Kegunaan Penelitian

a. untuk memberikan pengertian dan penjabaran mengenai aturan perilaku sebagai pejabat pengawas pemerintah yang profesional dan sebagai pedoman bagi aparat pengawas dalam berhubungan dengan lembaga organisasinya, sesama pejabat pengawas pemerintah, pihak yang diawasi, pihak lain yang terkait dan masyarakat, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang sehat dan terlaksananya pengendalian pengawasan;

b. sebagai pedoman bagi Pimpinan/Kepala Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak dalam melakukan pengawasan melekat (waskat) terhadap aparat pengawas pemerintah yang berada dibawahnya.

c. sebagai bahan informasi bagi peneliti yang menganalisis lebih lanjut terhadap permasalahan yang sama dengan penulis.

D. Kerangka Teoritis (Konsep Teori)

Pengawasan intern merupakan sebuah proses, yang menjadi suatu media menuju akhir, bukan berarti akhir itu sendiri; Pengawasan intern dipengaruhi oleh personil. Hal tersebut bukanlah hanya suatu kebijakan yang berbentuk manual dan format tertulis, tetapi merupakan sekelompok individu pada tiap tingkat organisasi. Pengawasan internal dapat diharapkan untuk memberikan kepastian yang sesuai, bukan kepastian yang absolut kepada keseluruhan tingkat manajemen. Pengawasan intern dimaksudkan untuk mempercepat tercapainya sasaran yang terpisah-pisah tetapi juga untuk keseluruhan tujuan organisasi.

Menurut COSO (Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission), Pengawasan intern terdiri dari lima komponen saling berhubungan. Komponen ini bersumber dari cara pimpinan suatu organisasi menyelenggarakan tugasnya dan oleh karena itu komponen ini menyatu dan terjalin dalam proses manajemen. Komponen adalah:

1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment): merupakan perwujudan suatu iklim manajemen di mana sejumlah orang melaksanakan kegiatan dan tanggungjawab pengendalian. Faktor lingkungan pengendalian ini termasuk integritas, etika, kompetensi, pandangan dan philosopi manajemen dan cara manajemen membagi tugas dan wewenang/tanggungjawab serta arahan dan perhatian yang diberikan pimpinan puncak.

2. Penaksiran Resiko (Risk Assessment): setiap entitas, dalam melaksanakan aktivitas menghadapi berbagai resiko, baik internal maupun eksternal yang harus diperhitungkan terkait dalam mencapai tujuan sehingga membentuk suatu basis penetapan bagaimana resiko tersebut seharusnya dikelola. Penaksiran risiko mensyaratkan adanya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

3. Aktifitas Pengawasan (Control Activities): meliputi kebijakan dan prosedur yang menunjang arahan dari manajemen untuk diikuti. Kebijakan dan prosedur tersebut memungkinkan diambilnya tindakan dengan mempertimbangkan risiko yang terdapat pada seluruh jenjang dan fungsi dalam organisasi. Didalamnya termasuk berbagai jenis otorisasi dan verifikasi, rekonsiliasi, evaluasi kinerja dan pengamanan harta serta pemisahan tugas.

4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication): Informasi yang relevan perlu diidentifikasikan, dicatat dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang tepat, sehingga memungkinkan pelaksanaan tanggungjawab yang baik oleh anggota organisasi. Sistem informasi menghasilkan laporan tentang kegiatan operasional dan keuangan, serta ketaatan terhadap peraturan yang berlaku dalam rangka melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan tugas.

5. Pemantauan (Monitoring): pemantauan adalah suatu proses yang mengevaluasi kualitas kinerja Sistem Pengendalian Manajemen pada saat kegiatan berlangsung. Proses ini diselenggarakan melalui aktivitas pemantauan yang berkesinambungan dan melalui pengawasan (audit) intern atau melalui kedua-duanya.

Komponen tersebut diatas merupakan suatu rangkaian yang terjalin erat. Komponen lingkungan pengendalian menjadi landasan bagi komponen-komponen yang lain. Dalam lingkungan pengendalian, manajemen melakukan penaksiran resiko dalam rangka pencapaian tujuan. Aktivitas pengendalian diimplementasikan untuk memastikan bahwa arahan manajemen telah diikuti. Sementara informasi yang relevan dicatat dan dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi. Selanjutnya keseluruhan proses tersebut dipantau secara terus menerus dan diperbaiki bilamana perlu.

Pertalian dan sinergi dari antara komponen-komponen tersebut, membentuk suatu sistem terintegrasi yang bereaksi dengan dinamis ke kondisi yang berubah-ubah. Sistem pengawasan intern terjalin dengan aktivitas organisasi. Pengawasan intern merupakan alat yang paling efektif yang dibangun ke dalam infrastruktur organisasi dan menjadi bagian dari inti organisasi. Pengawasan internal yang terpadu akan meningkatkan mutu dan inisitif organisasi, menghindari biaya-biaya tak perlu dan memungkinkan tanggapan yang cepat terhadap kondisi yang berubah-ubah.

Berbagai pengertian dari pengawasan diberikan oleh beberapa orang ahli namun pada intinya mempunyai kesamaan arti. Sarwoto, (1986:94) memberikan pengertian Pengawasan adalah kegiatan daripada manager yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Selanjutnya Sujamto, (1985:19) memberikan pengertian Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan yang seharusnya atau tidak.

Dari pengertian diatas pada dasarnya pengawasan merupakan kegiatan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan dalam pelaksanaan program kerja. Semua itu ditujukan agar kegiatan yang di programkan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Sasaran dari pengawasan untuk mencegah atau memperbaiki ketidaksesuaian, perbedaan, kesalahan dan kelemahan dari pelaksanaan tugas. Sasaran pengawasan bukan mencari kesalahan terhadap orangnya tetapi untuk mencari kebenaran hasil pelaksanaan pekerjaan.

Sarwoto (1986:103) menjelaskan bahwa didalam pelaksanaan pengawasan perlu dipahami tekhnik-tekhnik dalam pengawasan antara lain :

1. Pengawasan Langsung, yaitu pengawasan langsung ini adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan pada waktu kegiatan-kegiatan sedang berjalan, pengawasan langsung ini anatara lain:

a) Inspeksi Langsung;

b) Observasi Ditempat;

c) Laporan Ditempat.

2. Pengawasan Tidak Langsung, yaitu pengawsan ini adalah pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan yang berbentuk :

a) Laporan Tertulis;

b) Laporan Lisan.

Menurut Soewarno Handayaningrat (1986:67) mengatakan bahwa pengawasan dapat dibagi menjadi beberapa macam antara lain :

1. Pengawasan Dari Dalam;

2. Pengawasan Dari Luar;

3. Pengawasan Preventif, yaitu pengawasan sebelum kegiatan dilakukan, dan;

4. Pengawasan Represif, yaitu pelaksanaan setelah kegiatan dilakukan.

Selanjutnya William Newman yang dikutip oleh Sujamto (1985:80) mengatakan bahwa pengawasan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Sterring Controls yaitu pengawasan yang dilakukan pada saat pekerjaan berlangsung dengan tujuan untuk membuat evaluasi dan perkiraan tentang hasil yang akan dicapai untuk mengambil langkah tindakan korektif.

2. Yes-No Controls yaitu suatu pengawasan yang bersifat pengujian apakah suatu pekerjaan boleh dilanjutkan atau tidak.

3. Post Action Controls yaitu pengawasan terhadap pekerjaan yang telah selesai dikerjakan dengan jalan membandingakan hasil pekerjaan terhadap standar pengawasan atau tolak ukur yang ada.

Menurut Manulang (1985:78), langkah-langkah yang harus ditempuh agar pengawasan dapat efektif adalah :

1. menetapkan standar;

2. mengadakan penilaian, dan;

3. mengadakan tindakan korektif.

Standar untuk mengukur perilaku bawaan yang sulit diukur dalam bentuk uang dan bentuk fisik. Menurut Soewarno Handayaningrat (1981:151) agar pengawasan itu dapat berjalan perlu diperhatikan syarat-syarat yang efektif adalah :

1. pengawasan harus dihubungkan dengan rencana;

2. pengawasan harus menunjukkan penyimpangan pada hal-hal yang penting;

3. pengawasan harus objektif;

4. pengawasan harus hemat, dan;

5. pengawasan harus membawa tindakan perbaikan.

Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak adalah aparat pengawasan fungsional yang teknis operasional berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati Siak, sehingga Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak merupakan unsur pembantu Bupati Siak dalam melaksanakan tugas pengawasan atas tiap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan oleh perangkat Pemerintah Kabupaten Siak. Untuk menjamin keserasian dan kesinambungan melalui perencanaan, pelaksanaan dan kebijakan dalam rangka pembangunan bangsa.

Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Siak nomor 23 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah, yang teknis operasionalnya berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati Siak melalui sekretaris daerah. Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan Pembangunan dibidang pengawasan.

Dari tugas pokok dan fungsi Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen atau fungsi administratif sebagai tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka membantu sebagian urusan pemerintahan, berkaitan dengan tugasnya sebagai lembaga pengawasan maka diharapkan setiap aparat yang terlibat dalam kegiatan pemeriksaan perlu memahami tentang norma serta kode etik aparat pengawasan pemerintah dalam menjalan tugas dan fungsinya.

Keberhasilan menjalankan fungsi pengawasan pada Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak bukan hanya terletak pada teknik dan langkah-langkah pengawasan yang diterapakan, melainkan pada kemampuan pejabat/aparat sebagai pihak pengawas yang mengamalkan norma-norma yang berlaku dan kode etik pengawasan. Pentingnya kode etik pengawasan ini dihayati, dipahami dan diamalkan dapat menghindari adanya penyimpangan tugas yang dilakukan oleh setiap pejabat/aparat pengawas intern pemerintah.

Didalam pengawasan ada 2 hal yang harus dipatuhi yaitu norma pengawasan dan etika pengawasan. Norma disebut juga aturan atau kaidah. Menurut Sujamto (1985:101), norma pengawasan adalah patokan atau kaidah atau ukuran yang ditetapkan oleh pihak berwenang yang harus diikuti dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan agar dicapai mutu pengawasan yang dikehendaki.

Dalam pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 inipun menjelaskan bahwa, Norma Pengawasan adalah patokan, kaidah atau ukuran yang harus diikuti oleh pejabat pengawas pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan dan pihak/pejabat lain yang terkait dengan pengawasan, sedangakn Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah adalah seperangkat prinsip moral atau nilai yang dipergunakan oleh pejabat pengawas pemerintah sebagai pedoman tingkah laku dalam melaksanakan tugas pengawasan.

Untuk memenuhi ketentuan seperti yang tertuang dalam Permendagri Nomor 28 tahun 2008 tersebut pejabat/aparat pengawas intern pemerintah yang berpotensi dan berkualitas tinggi harus mempunyai kemampuan/keahlian teknis yang diperlukan dalam bidang-bidang tugasnya. Menurut Sujamto (1989:81 ) ada 3 jenis keahlian yang diperlukan bagi setiap pengawas/pemeriksa, yaitu:

1. keahlian tentang objek pengawasan yaitu pengetahuan tentang standar yang berlaku bagin objek pengawasan;

2. keahlian tentang tekhnik/cara pengawasan yaitu mesyaratkan seorang pemeriksa agar dalam waktu yang terbatas memperoleh data informasi yang maksimal (kuantitas dan kualitas) tentang objek yang diperiksa, pemeriksa akan hanya dapat menarik kesimpulan dan menyajikan laporan jika data yang diperoleh lengkap dengan analisis yang akurat, dan;

3. keahlian dalam menyampaikan hasil pengawasan yaitu keahlian untuk menyajikan hasil pemeriksaan kepada dua utjalur menyampaikan secara baik yaitu kepada atasan pemeriksa dan pihak yang diperiksa. Banyak temuan yang sebenarnya cukup berharga, berbobot dan perlu ditindak lanjuti tetapi tidak mendapat penanganan semestinya karena pimpinan tidak dapat menangkap secara utuh pesan yang disampaikan pemeriksa dalam laporannya.didalam menyampaikan laporan atau disebut dengan forum Briefing para pemeriksa dituntut memiliki kemahiran berbahasa, ketepatan laporan dan keterampilan mengungkapkan fakta.

Menurut Sujamto (1989:77) persyaratan menjadi seorang pengawas memang tinggi, seorang pejabat/aparat pengawas harus memiliki kualitas 5 A yaitu: Akhlak, Amal, Asih, Arif dan Ahli. Didalam menjalankan tugas-tugas pengawasan, pejabat/aparat juga harus memiliki sikap batin tertentu seperti :

- Sikap Sanksi (Subpicious Mind), bukan merupakan kecurigaan yang tak beralasan melainkan suatu sikap hati-hati dalam menyaring, menimbang dan menyimpulkan data serta informasi;

- Ingin Tahu Lebih Banyak (Inquisitive Mind), berarti pengawas harus selalu berusaha mencari data sebanyak-banyaknya tentang objek yang diawasi;

- Logis dan Analitis (Logical and Analatycal Mind ), yaitu diperlukan bagi pengawas supaya mereka dapat menarik kesimpulan yang tepat dan jelas, dan;

- Akurat (Accurate), berarti kualitas untuk bertindak secara teliti dan cermat karena bagaimanapun juga tugasnya menyangkut uang dan harta negara. (Sujamto 1989:79).

Sedangkan etika pengawasan adalah konsep tentang kewajiban yang menyangkut baik buruknya prilaku manusia sebagai pengawas atau dengan kata lain etika pengawasan menyangkut moral pengawas, (Sujamto 1989:24). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma pengawasan menyangkut pelaksanaaan pengawasan sedangkan etika pengawasan menyangkut moral pengawas itu sendiri, atau dengan kata lain etika pengawasan lebih mendasar dari norma pengawasan. Selanjutnya menurut Sujamto (1989:25), tujuan ditetapnya etika pengawas adalah agar para petugas dilingkungan Inspektorat Kabupaten/Badan Pengawas Daerah dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien, maka dipandang perlu untuk memberikan bekal lahir dan bathin secukupnya kepada para pengawas. Selain itu seorang pengawas harus dapat mengamalkan etika pengawasan, terutama yang disebut dengan Sapta Laku (Sujamto 1999:26), yaitu :

a) Kesopanan artinya bentuk dan prilaku yang sesuai dengan norma-norma, peraturan-peraturan dan adat budaya yang ada;

b) Berpengalaman artinya prilaku yang menyangkut kemampuan seorang dalam mengerjakan pekerjaan dilihat dari masa kerja orang tersebut;

c) Berinisiatif artinya kemampuan untuk mencetus gagasan dan ide-ide tanpa menunggu instruksi dari atasan;

d) Kejujuran artinya sikap dari seseorang didalam melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur dan ketetapan yang berlaku;

e) Loyalitas artinya sikap yang ditunjukkan seseorang dalam menghargai atasannya, dan;

f) Ketelitian artinya sikap yang ditunjukkan seseorang didalam melaksanakan pekerjaannya secara cermat dan teliti.

Didalam pelaksanaan pengawasan perlu diperhatikan adanya etika pengawasan yang harus diamalkan oleh setiap pegawai sehingga diharapkan dapat menjadi dorongan bagi pegawai itu untuk dapat merealisasikan pancapaian tujuan organisasi, khususnya yang menyangkut tentang pelaksanaan tugas agar dapat efektif dan efisien. Pada dasarnya setiap organisasi merupakan sarana kerjasama bagi setiap anggotanya untuk memuaskan kebutuhan baik sifatnya material dan nonmaterial, pemenuhan kebutuhan bagi pegawai akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dari organisasinya. Pelaksanaan adalah sebagai realisasi dari apa yang telah direncanakan atau ditetapkan sebelum suatu pekerjaann berlangsung untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.

Pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (S.P Siagian 1990:3), sedangkan pelaksanaan menurut W.J.S Purwadarminta adalah perihal perbuatan yang dilaksanakan menurut rancangan yang telah ditetapkan. Menurut Gilmer yang dikutip oleh As’ad menjelaskan pelaksanaan tugas atau pekerjaan itu merupakan suatu proses fisik maupun mental dari manusia dalam mencapai tujuan (As’ad, 1986:13). Dalam hal yang sama As’ad menjelaskan tentang pengukuran dari pelaksanaan pekerjaan dapat dilihat dalam bentuk waktu yang digunakan serta hasil pekerjaan yang mampu dihasilkan dengan standar yang telah ada dan ditetapkan oleh organisasi. Dengan menitikberatkan pada waktu yang digunakan serta hasil pekerjaan yang mampu dihasilkan seseorang berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan merupakan satu segi pengukuran terhadap pelaksanaan pekerjaan dalam organisasi. Jadi menurut As’ad pengukuran pelaksanaan pekerjaan dapat diukur dari waktu yang digunakan serta hasil pekerjaan yang diperoleh, (As’ad, 1986:13).

Dari uraian konsep diatas jelas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh satuan kerja yang ada pada Pemerintah Kabupaten Siak sebagai sasaran pengawasan dapat berhasil secara efektif dan efisien apabila para aparat pengawas pemerintahnya (APIP) dapat mengamalkan norma-norma serta kode etik yang telah ditetap dalam peraturan menteri dalam negeri nomor 28 tahun 2007 ini.

E. KONSEP OPERASIONAL DAN TEKNIK PENGUKURAN

Sesuai dengan pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) Permendagri Nomor 28 Tahun 2008 pengertian:

1. Norma Pengawasan adalah patokan, kaidah atau ukuran yang harus diikuti oleh pejabat pengawas pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan dan pihak/pejabat lain yang terkait dengan pengawasan;

2. Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah adalah seperangkat prinsip moral atau nilai yang dipergunakan oleh pejabat pengawas pemerintah sebagai pedoman tingkah laku dalam melaksanakan tugas pengawasan, sedangkan;

3. Pejabat Pengawas Pemerintah adalah orang yang karena jabatannya pada Inspektorat Jenderal Departemen/Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota, melaksanakan tugas pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk dan atas nama Menteri, Pimpinan LPND dan Kepala Daerah.

1.1 Norma Pengawasan, Norma ini mewajibkan pejabat yang menentukan ruang lingkup Pemeriksaan atas instansi pemerintah daerah untuk menetapkan pekerjaan Pemeriksaan yang cukup luas, sehingga dapat memenuhi kebutuhan semua pihak yang akan menggunakan hasil Pemeriksaan, dan tidak dimaksudkan mencegah pejabat untuk menetapkan tugas tertentu atau pemeriksaan khusus yang hanya meliputi sebagian dari ruang lingkup pemeriksaan selengkapnya.

Baik : apabila pemeriksaan dilakukan oleh pejabat/aparat pengawas intern pemerintah (APIP) Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak sudah bisa menilai kinerja SKPD secara utuh dan lengkap (komprehensif).

Cukup Baik : apabila pemeriksaan dilakukan oleh pejabat/aparat pengawas intern pemerintah (APIP) Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak belum sepenuhnya menilai kinerja SKPD secara utuh dan lengkap.

Kurang Baik : apabila pemeriksaan dilakukan oleh pejabat/aparat pengawas intern pemerintah (APIP) Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak tidak bisa menilai kinerja SKPD secara utuh dan lengkap.

2.1 Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah ini meliputi : tata pikir, tata sikap, tata wicara dan tata laku pejabat pengawas dalam berinteraksi dengan lembaga pengawasan, sesama pejabat pengawas pemerintah, para pihak yang diawasi dan pihak lain yang terkait serta masyarakat.

Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah dengan Pihak yang diawasi meliputi :

Ü menjalin interaksi yang sehat dengan cara :

a. berperilaku secara persuasif, edukatif, menarik dan simpatik;

b. memperlakukan sebagai mitra kerja;

c. saling menghormati dan memahami tugas masing-masing pihak;

Ü mampu menciptakan iklim kerja yang sehat dengan cara :

a. menjaga independensi dalam pelaksanaan tugas, untuk mencegah praktek nepotisme;

b. pendalaman informasi sebatas pelaksanaan pengawasan.

Baik : apabila pejabat/aparat pengawas intern Pemerintah Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak dapat menjalin interaksi yang sehat dan mampu menciptakan iklim kerja yang sehat pada SKPD dilingkungan Pemerintah Kabupaten Siak.

Cukup Baik : apabila pejabat/aparat pengawas intern Pemerintah Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak dapat menjalin interaksi yang sehat dan tidak mampu menciptakan iklim kerja yang sehat pada SKPD dilingkungan Pemerintah Kabupaten Siak.

Kurang Baik : apabila pejabat/aparat pengawas intern Pemerintah Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak tidak dapat menjalin interaksi yang sehat dan tidak mampu menciptakan iklim kerja yang sehat pada SKPD dilingkungan Pemerintah Kabupaten Siak.

F. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian adalah penelitian survey dengan menggunakan metode deskriptif dengan memaparkan dan menggambarkan mengenai fakta-fakta dilapangan dari ke dua variabel dan kemudian menganalisis hubungan kedua variabel tersebut.

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian adalah pada Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siakserta dinas-dinas yang menjadi sasaran pengawasan Badan pengawas Kota Pekanbaru.

2. Populasi dan sampel

a. Populasi

Suharsini Arikunto mengatakan bahwa : populasi adalah keseluruhan objek penelitian .Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Penelitian populasi hanya dapat dilakukan objek yang diteliti jumlahnya tidak banyak.Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siaksebagai unsur pelaksana etika pengawasan dinas/instansi pemerintah yang diawasi oleh Badan Pengawas Kota Pekanbaru.

b. Sampel

Berhubung jumlah populasi relatif sedikit, maka penulis mengambil seluruh populasi langsung dijadikan responden dengan teknik sensus.

Tabel 1.2 : Keadaan populasi dan sampel penelitian pada Badan Pengawas Kota Pekanbaru

NO

SUB POPULASI

POPULASI

RESPONDEN

PROSENTASE

1

Kepala Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak

1

1


2

Pemeriksa

24

24


3

Kepala Dinas

18

18


4

Kepala Kantor

9

9


5

Kepala Bagian di Sekda

14

14


Jumlah


66

66

100,00 %

Sumber : Badan Pengawas Daerah Kabupaten Siak tahun 2008

1. Jenis data

a. data primer

yaitu data yang diperoleh langsung dari responden tentang :

1) etika pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pegawai BADAN PENGAWAS DAERAH KABUPATEN SIAK pekanbaru dengan indikator etika pengawasan yang menyangkut kesopanan, pengalaman, inisiatif, kejujuran, loyalitas dan ketelitian.

2) Etika pengawasan terhadap pelaksanaan tugas yang menyangkut waktu yang digunakan dan hasil yang diperoleh.

3) Hubungan etika pengawasan dengan pelaksanaan tugas.

b. data skunder

yaitu data yang diperoleh dari bada pengawas kota pekanbaru yang meliputi :

1) sejarah berdirinya badan pengawas kota pekanbaru

2) jumlah pegawai

3) pendidikan pegawai

4) golongan dan masa kerja

5) sarana dan prasarana

6) struktur organisasi

4.tekhnik pengumpulan data

a. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dimana penulis turun kelokasi penelitian untuk mengamati dan meninjau secara langsung.

b. Wawancara, yaitu suatu tekhnik pengumpulan data dengan mencari informasi melalui wawancara langsung kepada responden dalam penelitian ini, tentang etika pengawasan dan pelaksanaan tugas aparat Pemko Pekanbaru.

c. Angket/ Quesioner, yaitu suatu tekhnik pengumpulan data dengan cara membuat suatu daftar pertanyaan secara sistematis dalam kaitannya dengan etika pengawasan dan pelaksanaan tugas aparat pemko Pekanbaru.

4.Analisis datapegawai badab pengawas

Data yang diperoleh dari hasil penelitian, dikelompok menurut jenis data, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel prosentase. Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat digunakan analisis kualitatif dengan melihat hasil tanggapan responden pada setiap variabel. Untuk hubungan kedua variabel dianalisa dengan tabel siang.